Rabu, 17 Februari 2016

Selamat Pagiiii...

     Bulan ke dua ditahun dua ribu 16 akan segera berakhir....sungguh cepat sekali perputaran bumi ini..andai saja ada ada aplikasi android yang bisa digunakan untuk memperlambat  perputaran siang dan malam..memperlambat pergerakan matahari dan bulan...
   
      
   

Minggu, 23 Agustus 2015




                                                                                                   " Home Sweet Home " koko pagi, Acrylic on canvas, 150 x 100 cm, 2011

Tansah ajeg mesu budi lan raga nganggo cara ngurangi mangan lan turu”.
 Artinya Kurangi makan dan tidur yang berlebihan agar kesehatan kita senantiasa terjaga.


   “Mohon, mangesthi, mangastuti, marem”.
 Artinya Selalu meminta petunjuk Tuhan untuk meyelaraskan antara ucapan dan perbuatan agar dapat berguna bagi sesama.


“Natas, nitis, netes”.  
Artinya Dari Tuhan kita ada, bersama Tuhan kita hidup, dan bersatu dengan Tuhan kita kembali.






















 Mengganti Paket Data Smartfren Menjadi GSM



SETTING DULU BAHASA HP KAMU MENJADI INGGRIS BIAR GAMPANG ( Kalo Gak Nanti Bahasa DI ANY CUT Jadi Beda Dan Tidak Sesuai Tutorial Ini )

CARA INI TIDAK HARUS HP ROOT , JADI HP TIDAK ROOT JUGA BISA CARA INI


BACA DENGAN BENAR

1.Download ANY CUT 

2.INSTAL ANY CUT

3.CARI ANY CUT DI WIDGET BUKAN DI MENU



4.Tarik Ke HOME SCREEN



5.Buka ANY CUT YANG DI HOME SCREEN TADI




6.PILIH APNs ( YANG KE DUA BUKAN YANG PERTAMA ) TERUS OK


7.CARI ANY CUT DI WIDGET Lagi




8.Tarik Ke HOME SCREEN




9.Pilih Select Subcriptions ( YANG KE DUA BUKAN YANG PERTAMA ) TERUS OK





10.Pilih Widget Select Subcriptions Di Home Screen Tadi




11.Ruim CDMA SUB 1 Hilangkan Centang Nya Terus OK Kalo Ada Notif Lagi OK Lagi AJA




12. SINYAL CDMA Kamu AKAN Hilang , Nah Itu Sinyal CDMA Harus Hilang Kalo Mau Internet GSM

13.AKTIF Kan DATA Sampai Sinyal Data Di GSM Aktif

Nah Silahkan Buka Google ( Buat Tes )




CATATAN :


CARA MENGEM BALIKAN SINYAL CDMA NYA :

1. Buka .Pilih Widget Select Subcriptions Di Home Screen Tadi




2. Centang Lagi Ruim CDMA SUB 1 Dan 






CARA INI TIDAK HARUS HP ROOT , JADI HP TIDAK ROOT JUGA BISA CARA INI
1. Download Andromax Tool

2. Instal Andromax Tool

3. Buka Andromax Tool Di Menu



4. Pilih Select SIM


5. Ruim CDMA SUB 1 Hilangkan Centang Nya Terus OK Kalo Ada Notif Lagi OK Lagi AJA


6. SINYAL CDMA Kamu AKAN Hilang , Nah Itu Sinyal CDMA Harus Hilang Kalo Mau Internet GSM

7. AKTIF Kan DATA Sampai Sinyal Data Di GSM Aktif

Nah Silahkan Buka Google ( Buat Tes )
Jika

CATATAN :

CARA MENGEM BALIKAN SINYAL CDMA NYA :
1. Buka .ANDROMAX TOOL LAGI 
Kemudian Pilih Select SIM > Kemudian Centang Lagi Ruim CDMA



2. Centang Lagi Ruim CDMA SUB 1 Dan OK

Selasa, 18 Agustus 2015

AKU

 Terbunuh Waktu..
Terbentang jalan terbentang luas terbentang tak berbatas.
Langkah kaki tertahan tak bernyali untuk melewati.
Diam mematung, membeku bersama sepoi sepoi jarum jam berputar .

Tapi..
Begitulah waktu.
Terkadang tak memberi ruang.
Sejenak untuk menenangkan arah.
Sejenak  untuk mengarahtenangkan arah.
Mengarah arahkan hidup....waktu...nafas

Minggu, 09 Agustus 2015

Ayo
Belajar
Membatik



Penjelasan mengenai cara membatik sangat dibutuhkan khususnya bagi
mereka yang belum mengetahui sama sekali tentang seni batik, sehingga
dapat meningkatkan penghargaan terhadapnya. Dengan melihat polapola
batik saja atau melihat kain batik yang telah jadi, orang tidak akan
paham betapa banyak pekerjaan yang diperlukan untuk membuat sehelai
kain batik dan tidak dapat menduga faktor-faktor teknis dan non-teknis
yang menyebabkan bahwa dalam seni batik tulis selalu terdapat unsur
khusus yang menyebabkan setiap helai kain batik bisa berbeda dari yang
lain walaupun pola dan susunan warnanya dibuat persis sama.

Inilah sebabnya mengapa dirasakan perlu memuat bab mengenai
cara membatik dalam buku pola ini. Perlu ditekankan bahwa kebanyakan
bahan yang dipakai dalam menyusun bab ini diambil dari buku-buku yang
terkenal seperti Rouffaer dan Jasper/Pirngadi ditambah dengan
wawancara-wawancara.

Inti cara membatik ialah “cara penutupan” , yaitu menutupi bagian
kain atau bahan dasar yang tidak hendak diberi warna dengan bahan
penutup, dalam hal ini berupa lilin. Mungkin dalam permulaannya lilin
diteteskan pada kain, oleh karena itu ada faham yang mengembalikan
arti kata batik pada suku kata “tik” yang berarti titik atau tetes.


Bahan utama bagi teknik membatik sekarang ini adalah kain putih,
baik yang halus ataupun yang kasar, dan lilin sebagai bahan
penutupserta zat warna. Kulitas kain putih sangat mempengaruhi hasil
seni batik, dalam bab mengenai sejarah batik telah dikemukakan bahwa
kehalusan kain putih yang di impor dari luar negeri merupakan salah satu
sebab bertambah tingginya seni batik. Jadi makin halus kain putih yang
dipakai makin bagus hasil pembatikan , makin jelas terlihat pola-pola
serta pembagian warna-warnanya. Bahan lain seperti sutera shantung
dapat pula dipakai, tetapi sekarang ini sudah jarang sekali. Kota Juwana
di pantai utara pulau Jawa dahulu termashur akan selendang serta
sarung batik suteranya. Hasil-hasil batik sutera “diekspor” ke pulau Bali
dan Sumatera. Sayang sekali kekurangan bahan sutera shantung murni
menyebabkan hilangnya kerajinan di kota tersebut.


Kalau dahulu dipakai lilin lebah sebagai satu-satunya bahan
penutup, maka dengan adanya industri serta pertambangan minyak
tanah dewasa ini banyak dipakai lilin buatan pabrik (paraffine, microwax,
dll), baik murni atau dicampur dengan lilin alam. Lilin memang merupakan
bahan penutup yang tepat bagi teknik karena mudah dituliskan pada kain,
tetap melekat sewaktu dicelupkan dalam cairan warna, dan mudah pula
dihilangkan apabila tak dipergunakan lagi. Di samping lilin lebah atau
buatan, dahulu juga dipakai bahan penutup lain yaitu bubur beras ketan,
seperti pada kain Simbut Jawa Barat.

Lilin penutup hanya dapat dituliskan dalam bentuk cair; oleh karena
itu pembatik harus memanaskan lilinnya dalam sebuah wajan kecil yang
ditaruh di atas api dalam suatu anglo. Suhu lilin haruslah tepat, tidak
boleh terlalu panas atau terlalu dingin. Kalau terlalu panas, lilin akan jauh
meresap ke dalam kain, sehingga kemudian sukar untuk dibuang,
sedangkan kalau tidak cukup panasnya akan terlalu kental sehingga
sukar keluar dari alat penulis. Oleh karena itu kita lihat pembatik
mengangkat wajannya dari api kalau dilihatnya bahwa lilinnya sudah
terlalu panas.

Lilin cair dituliskan pada kain putih dengan suatu alat yang menjadi tanda khas seni batik tulis, yaitu canting. Canting terbuat dari bambu dan tembaga. Gagang atau tempat memegang terbuat dari bambu sedangkan kepalanya yang dipakai untuk menyendok serta mencucurkan lilin terbuat dari tembaga. Mulut canting berupa pembuluh bengkok yang besarnya berbeda-beda dan dari mulut ini melelehlah cairan lilin, dapat diumpamakan dengan sebuah pulpen. Kain putih yang dilampirkan pada sebuah gawangan bambu atau kayu dipegang dengan tangan kiri sebagai tatakan, sedangkan tangan kanan memegang canting.


Seperti diketahui bahwa Pulau Jawa merupakan pusat
berkembangnya batik di Indonesia sehingga istilah-istilah yang lazim
dipakai dalam dunia batik kebanyakan menggunakan kata-kata dalam
bahasa Jawa. Adapun untuk mudahnya sebagai contoh dipakai proses
pembuatan kain soga daerah Surakarta dan Yogyakarta dengan
tatawarna sawo matang (coklat), biru tua atau hitam dan putih, sehingga
tahapan dalam proses batik dalam uraian ini disesuaikan dengan kain
soga tersebut. Pemakaian zat warna kimia yang biasa dipakai sekarang
ini sebenarnya tidak merubah urutan tahap, hanya mempersingkat saja.
Lazimnya dapatlah dibedakan tahap-tahap sebagai berikut:


Pengolahan persiapan kain putih

Pengolahan persiapan kain dimaksudkan supaya lilin mudah melekat dan
tidak mudah rusak sewaktu mencelup, dan disamping itu juga zat-zat
warna mudah meresap. Dahulu bahan tumbuh-tumbuhan merupakan
satu-satunya sumber pengolahan persiapan yang utama, walaupun zatzat
tersebut meresapnya lambat. Pengolahan ini terdiri atas mencuci kain
putih yang telah dipotong-potong dengan air bersih agar supaya hilang kanji perekatnya, kemudian diremas serta direndam dalam minyak jarak
(Ricinus Communis L.) atau kacang (Arachis hypogala). Ini dinamakan
ngetel atau nglyor. Untuk menghilangkan kelebihan minyak, maka kain
direndam dalam air saringan abu merang. Menurut cara modern, merang
ini diganti dengan larutan soda, yang dapat mempercepat waktu dan
lebih mudah dipakai. Pada mulanya diseling-seling dengan penjemuran
dipanas matahari, sehingga memakan waktu berhari-hari. Kain putih yang
telah mendapat pengolahan ini kemudian dilicinkan dengan menaruhnya
di atas sebilah kayu dan memukul dengan pemukul kayu pula
(ngemplong). Dengan demikian kain siap untuk menjalani tahap
selanjutnya.

 Menggambar pola

Menggambar pola (nyorek) atau gambaran pertama dengan lilin cair
diatas kain. Pada tahap ini si pembatik yang duduk di atas sebuah
bangku kecil atau bersila di muka gawangannya, menyendok lilin cair dari
wajannya dengan canting lalu mulai membuat garis-garis atau titik-titik
sesuai dengan pola yang dikehendakinya, dengan posisi canting harus
tepat, tidak boleh terlalu miring atau terlalu tegak.

Canting mengikuti pola-pola yang telah digambar terlebih dahulu
oleh seorang tukang pola atau kalau pembatik itu telah mahir sekali ia
akan menggambar luar kepala. Gambaran lilin ini kemudian diteruskan
pada belahan yang kemudian akan menjadi bagian dalam kain batik, oleh
karena itu nama pekerjaan ini ialah nerusi. Itu sebabnya pula mengapa
bahan kain putih yang dipakai tidak boleh terlalu tebal, karena kalau tidak
akan menyukarkan pekerjaan meneruskan gambaran pertama itu.




 Nembok


Nembok atau pekerjaan menutupi bagian-bagian yang tidak boleh kena
warna dasar. Bagian kain yang tidak boleh terkena warna dasar, dalam
hal ini warna biru tua, ditutup dengan lapisan lilin tebal yang seolah-olah
merupakan tembok penahan, itulah sebabnya pekerjaan ini dinamakan
menembok, dikarenakan juga dikerjakan pada bagian sebelah dalam
kain. Penembokan adalah tahap penting dalam pembuatan kain batik,
karena apabila lapisan kurang kuat, warna dapat menembus dan akan
merusak seluruh kain atau warna yang telah direncanakan. Selesai
menembok maka kain siap untuk tahap yang berikut yaitu pencelupan
pertama mendapat warna dasar.

 Pencelupan pertama


Pencelupan pertama dilakukan untuk mendapat warna dasar biru disebut
“medel”. Dahulu, ketika pencelupan ini dilakukan semata-mata dengan
zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yaitu indigo atau nila (Indigofera Tinctoria L.), pekerjaan ini memakan waktu berhari-hari,
diselingi dengan penjemuran di tempat yang teduh atau dianginanginkan.

Tukang celup atau pengusaha batik masing-masing mempunyai
rahasia ramuannya sendiri-sendiri yang diwariskan turun temurun.

Berbagai macam bahan dimasukkan ke dalam jambangan celup, dari
gula kelapa, tape, pisang kelutuk sampai kepada potongan-potongan
daging ayam. Semuanya untuk menambah sinar serta gemilangnya
warna biru nila atau indigo yang sampai sekarang belum terkalahkan
indahnya. Dewasa ini, dengan pemakaian zat warna kimia, telah banyak
hilang sifat misterius pencelupan. Zat warna kimia seperti napthol atau
indigosol yang umum dipakai hanya memakan beberapa menit untuk
meresap. Walaupun demikian untuk dapat menghasilkan kain batik yang
baik warnanya, masih tetap diperlukan “tangan dingin” disamping
pengetahuan akan campuran kimia.


 Ngerok (nglorod)

Pekerjaan ini maksudnya untuk membuang lilin penutup dari bagianbagian
yang nanti akan diberi warna sawo matang (soga). Caranya ialah
dengan memasukkan kain ke dalam air yang mendidih, sehingga lilin cair
kembali atau dengan jalan mengerik atau mengerok dengan alat cawuk
yang dibuat dari plat seng. Cara pembuatan lilin dengan memasukkan
kain ke dalam air mendidih adalah lebih baik dari mengerok, karena pada
pengerikan mungkin tidak selalu bersih dan teliti sehingga mempengaruhi
gambaran nanti setelah disoga.

 Mbironi
Bagian yang telah mendapat warna biru dan yang tidak boleh terkena
soga kemudian ditutup lagi dengan lilin dan pekerjaan ini maka kain telah
siap untuk tahap berikutnya yaitu pencelupan dalam soga untuk
mendapat warna coklat.

 Menyoga (mencelup dalam zat warna coklat)

Menyoga berasal dari soga (Peltophorum Ferrugineum Benth), yaitu
salah satu kayu-kayuan yang dipakai untuk mendapat warna coklat.
Untuk mendapat warna coklat ini diperlukan juga berbagai campuran,
masing-masing menurut resep rahasianya sendiri-sendiri berbeda
menurut daerah atau kota.

Ada yang menyukai warna coklat muda keemasan ada yang
senang kepada yang lebih tua kemerahan (Madura) dan lain-lain variasi.
Warna coklat yang berasal dari zat warna kimia tidak memerlukan
pekerjaan yang lama, cukup dengan mencelup dalam campuran warna
yang memakan waktu tidak sampai setengah jam lamanya. Setelah pencelupan dalam soga, maka kain siap dengan pemberian warnanya
dan dapatlah dibuang lilin seluruhnya (nglorod).


Kadang-kadang diperlukan suatu pekerjaan lagi yaitu nyareni yang
gunanya supaya warna coklat itu tetap dan bertambah bagus. Air aren
terdiri atas air kapur dengan campuran beberapa zaat tumbuh-tumbuhan.
Seringkali pekerjaan memberi saren ini oleh beberapa pembatik dianggap
sama pentingnya dengan menyoga. Setelah lilin dibuang seluruhnya
maka tampaklah kain batik dengan warna-warna dasar biru tua dengan
gambaran sawo matang diseling dengan warna putih gading.

Demikian secara singkat tahap-tahap yang harus dilalui sebelum
tercipta sehelai kain batik tulis. Makin sulit pola serta banyak susunan
warnanya semakin lama pula pembuatannya.

Pada permulaan bab ini telah diutarakan bahwa sebagai contoh
diambil pembuatan kain soga corak Yogyakarta atau Surakarta. Hal ini
perlu sebab berbagai daerah di Pulau Jawa ini mempunyai corak serta
keragaman dalam pola serta tatawarna yang dapat menjadi petunjuk
bagi kita darimana asal sehelai kain. Perbedaan pola sebenarnya tidak
terlalu banyak. Dalam bagian berikutnya akan disajikan macam-macam
corak, tatawarna dalam seni batik dari beberapa daerah yang sejak
dahulu terkenal sebagai pusat pembatikan.

Daerah Surakarta dan Yogyakarta yang lazim dianggap sebagai
pusat kesenian batik terkenal karena tatawarna biru tua sebagai warna
dasar, coklat soga dan putih. Dalam pemilihan warna putih saja, kedua
daerah yang letaknya sangat berdekatan itu, berbeda. Kain-kain dari
Yogyakarta warna putihnya itu putih bersih, sedang di Surakarta warna ini
lebih kekuningan gading.

Bergerak ke arah barat, ke daerah Banyumas yang pengaruhnya
terasa sampai ke Tasikmalaya dan Garut, akan terlihat bahwa tatawarna
yang digemari ialah warna kuning keemasan dikombinasikan dengan
soga coklat muda serta biru tua kehitaman.

Di pantai utara Jawa Barat mulai dengan daerah Indramayu, orang
gemar memakai warna biru, tetapi daerah Cirebon sendiri dengan kraton
Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, mempunyai pusat pembatikan
di Trusmi dan Kalitengah dengan pola serta tatawarna yang khas. Melihat
pola serta warna-warna kain “megamendung” yang memakai teknik
bayangan berlapis kadang-kadang sampai 7 banyaknya orang pasti akan
kagum. Batik “kraton” dengan pola-pola gunung, taman dengan segala
macam binatang berwarna kuning gading tidak kurang indahnya.
Mulai dari daerah Cirebon menyusur pantai ke arah timur sampailah
ke pusat pembatikan daerah Pekalongan dengan kainnya yang berwarna
modern. Kalau dahulu warna-warna ini terbatas pada pemakaian warna
merah, biru, putih dan hijau, maka berkat zat warna kimia tidak terbatas
kemungkinan warna yang dipakai, sehingga kain-kain daerah Pekalongan
dewasa ini paling menyolok tatawarnanya. Terus lagi ke arah timur
menjelajahi daerah utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, menjumpai kotakota
batik yang terkenal seperti Kudus, Juwana, Rembang, Lasem, Gresik sampai Surabaya, akan terlihat tatawarna yang khas pula, sangat
terpengaruh oleh selera etnis Tionghoa. Pulau Madura sebagai penutup
bunga rampai ini sejak dahulu mempunyai kegemaran akan warna soga
kemerahan. Warna coklat merah ini diperoleh karena campuran soga
dengan mengkudu (Morinda citrofolia) sebagai penghasil zat warna
merah.

Pemakaian zat warna kimia menghilangkan perbedaan tatawarna
menurut daerah. Pekalongan kini sanggup meniru kombinasi warna dari
berbagai daerah. Surakarta dan Yogyakarta juga demikian. Masingmasing
pusat pembatikan mengikuti selera khalayak ramai mengenai
kombinasi warna tertentu yang paling laku saat itu. Upaya-upaya perlu
dilakukan agar pemakaian zat warna dari tumbuh-tumbuhan ini dapat
hidup kembali dan tentunya tanpa memakan waktu yang lama untuk
memperoleh warna yang diinginkan.


 Pembagian pola batik

Pembagian atau penggolongan pola-pola batik bukanlah pekerjaan yang
mudah, oleh karena itu setiap hasil yang diperoleh akan selalu bersifat
garis besar dan semata-mata dimaksudkan untuk pegangan bagi
pembaca atau peneliti.

Pada permulaan abad ini Rouffaer dalam bukunya mencoba
mengumpulkan nama-nama pola batik yang terkenal dan berhasil
mengumpulkan sebanyak 3000 macam. Dalam jangka waktu sejak
ditulisnya buku tersebut sampai kepada terbitnya buku ini tentu seni batik
terus mengalami perkembangan, demikian pula pola-pola bertambah
banyak jenisnya, berganti-ganti muncul dan hilang mengikuti perubahan
selera pemakaiannya. Pola batik dapat dibagi menjadi dua yaitu: pola
geometris dan pola non-geometris.


Pola geometris


Pola “banji”

Pola Banji termasuk salah satu pola batik yang tertua, berupa silang yang
diberi tambahan garis-garis pada ujungnya dengan gaya melingkar
kekanan atau kekiri. Motif yang seperti ini terkenal di berbagai
kebudayaan kuno di dunia ini dan sering disebut swastika. Di Nusantara
pola ini tidak terbatas pada seni batik saja, tetapi dapat dijumpai pula
sebagai hiasan benda-benda lain yang tersebar dibanyak pulau.
Nama “Banji” berasal dari kata-kata Tionghoa “Ban’ berarti sepuluh,
dan “Dzi” yang artinya ribu, perlambang murah rejeki atau kebahagiaan
yang berlipat ganda. Melihat atau mendengar nama ini, maka dapat
diperkirakan bahwa pola banji masuk ke dalam seni batik sebagai akibat
pengaruh kebudayaan Tionghoa. Seperti telah diketahui bahwa pada tahun 1400 Masehi, di pantai utara
Pulau Jawa telah banyak orang-orang Tionghoa yang menetap, dan yang
dalam pada itu tentu membawa perbendaharaan kebudayaan mereka
yang kuno dan kaya itu. Hal ini nampak pada banyaknya peninggalan
berupa barang pecah belah Tionghoa yang sampai kini masih tersebar di
pantai utara dan di banyak bagian lain kepulauan Indonesia, sehingga
tidaklah mustahil bahwa penduduk asli yang sudah lama berkenalan
dengan para pendatang Tionghoa mengambil serta meniru pola-pola
hiasan.

Mereka yang menyangkal pengaruh kebudayaan Tionghoa
menunjuk kepada nama Jawa asli yang dipakai untuk pola ini yaitu :
Balok bosok, artinya kayu yang busuk, karena pola banji menyerupai
balok-balok bersilang yang dimakan bubuk.

Pola banji dalam seni batik mengalami bermacam perubahan dan
diberi hiasan-hiasan tambahan, misalnya seringkali diseling dengan
daunan atau rangkaian bunga-bungaan, sedemikian rupa hingga sukar
untuk mengenal kembali silang banjinya.

Pola “ceplok” atau “ceplokan”

Pola yang sangat digemari, terdiri atas garis-garis yang membentuk
persegi-persegi, lingkaran-lingkaran, jajaran-jajaran genjang, binatangbinatang
atau bentuk-bentuk lain bersegi banyak. Bila diteliti benar-benar
maka terlihat bahwa pola ceplok ini berupa stiliring atau abstraksi
berbagai benda, misalnya saja bunga-bunga kuncup, belahan-belahan
buah, bahkan binatang-binatang. Itulah sebabnya banyak diantara motifmotif
ini memakai nama kembang atau binatang.

Selain sangat digemari pola ini juga sangat tua usianya, hal ini
terlihat pada beberapa peninggalan candi terdapat hiasan-hiasan yang
menyerupai atau mengingatkan kita pada pola ceplok ini. Dalam
golongan pola ceplokan ini dapat juga dimasukkan pola yang lazim
dikenal dengan nama pola ganggong. Berbagai-bagai tafsiran para ahli
mengenai asal-usul pola ini. Jasper dalam bukunya yang terkenal
mencari asalnya pada semacam tumbuh-tumbuhan dipaya-paya yang
buahnya kalau dibelah dua menunjukkan gambaran yang mirip dengan
pola batik ganggong. Tetapi harus diingat bahwa inipun hanya salah satu
diantara sekian banyak keterangan mengenai asal pola ini. Ada yang
menganggap pola genggong sebagai pola yang berdiri sendiri, karena
menunjukkan beberapa ciri yang khas, berupa binatang-binatang atau
silang-silang yang ujung jari-jarinya melingkar seperti benang sari bunga.
Pola ganggong inipun mengalami bermacam-macam variasi.


Pola “kawung”


Pola ini sebenarnya dapat digolongkan dalam motif ceplokan, tetapi
karena kunonya dan juga karena sifat-sifatnya yang tersendiri dijadikan
golongan yang terpisah.

Pola ini tergolong kuno, hal ini dapat dilihat pada pahatan/ukiran
Candi Prambanan yang didirikan kira-kira pada abad VIII Masehi dan
juga pada beberapa peninggalan lain. Mengenai asal-usul pola ini
terdapat perbedaan faham. Ada yang mengembalikan pola ini kepada
buah pohon aren atau kawung, karena belahan buah aren itulah yang
menjadi dasar pola kawung. Tetapi Rouffaer misalnya, berpendapat
bahwa pola kawung berasal dari suatu pola kuno yang lain yaitu pola
grinsing. Pola grinsing ini telah disebut dalam sumber-sumber tertulis
silsilah raja yang bernama Pararaton (abad ke-14). Pola yang terdiri atas
lingkaran-lingkaran kecil dengan sebuah titik di dalamnya tersusun
seolah-olah sisik ikan atau ular, menjadi penghias latar/dikombinasikan
dengan motif lain. Sumber-sumber dari Jawa Timur tahun 1275
menyebutnya bersamaan dengan motif wayang, misalnya grising. Grising
inilah kemudian berkembang serta berubah menjadi pola kawung. Pola
kawungan bermacam-macam ragamnya, berbeda menurut besarkecilnya
ukuran yang dipakai, sangast digemari di kalangan Kraton
Yogyakarta tempat ia pernah menjadi pola larangan, artinya yang dalam
bentuk murninya hanya boleh dipakai oleh Sri Sultan serta keluarganya
yang terdekat.

Pola “nitik”


Dari nama pola ini orang akan mendapat kesan sifat atau rupanya, yaitu
titik-titik atau garis-garis pendek yang tersusun secara geometris,
membentuk pola yang meniru tenunan atau anyaman. Mereka yang
mencari asal-usul teknik batik pada tetesan atau titik-titik lilin (kata tik),
menganggap pola ini sebagai pola yang tertua. Diantara sekian banyak
pola nitik, yang terkenal ialah pola Cakar Ayam dan Tirtateja.

Pola garis miring
Merupakan pola yang susunannya miring atau diagonal secara tegas.
Ada dua macam pola yang termasuk golongan ini yaitu pola parang dan
lereng.

Pola yang paling terkenal serta digemari diantara pola garis miring
ini adalah pola parang. Adapun tanda atau ciri pola parang ini ialah lajurlajur
yang terbentuk oleh garis-garis miring yang sejajar berisikan garisgaris
pengisi tegak, dan setiap lajur terpisah dari yang lain oleh deretan
ornamen yang bergaya miring juga, dinamakan mlinjon. Kata mlinjon
dipakai disini oleh karena motif pemisah tadi berbentuk jajaran genjang
kecil, menyerupai buah mlinjo. Nama parang ialah nama pencakup, sebab motif inipun mempunyai banyak ragam. Yang termasyur
diantaranya ialah pola Parang Rusak. Banyak teori dan pendapat
dikemukakan orang berhubung dengan asal-usul pola ini. Ada yang
mencari akarnya dalam sejarah Jawa kuno, misalnya dengan Raden
Panji. Nama parang sering mengingatkan orang pada pisau atau keris,
itulah sebabnya ada yang mencari sumber pola ini pada stiliring daripada
keris atau pisau. Sering pula dikatakan, bahwa lahirnya pola ini diilhami
oleh tokoh Sultan Agung dari Mataram (1613 – 1645). Tetapi telah
menjadi kenyataan bahwa pola Parang Rusak menjadi larangan, artinya
hanya boleh dipakai oleh sang raja sendiri atau keluarganya yang
terdekat. Hal ini masih dipegang teguh sampai sekarang di dalam
lingkungan tembok kraton, walaupun diluar istana tidak dihiraukan lagi
larangan ini. Nama-nama yang diberikan kepada beberapa macam pola
Parang Rusak berbeda menurut ukuran polanya. Parang rusak dengan
ukuran yang terkecil dinamakan Parang Rusak Klitik, yang agak besar
dinamakan Parang Rusak Gendreh, dan yang terbesar Parang Rusak
Barong. Pola yang disebut terakhir ini mempunyai proporsi serta
kesederhanaan pola yang menimbulkan suasana keagungan, hingga
dapatlah dimengerti mengapa dikalangan istana Jawa Tengah dianggap
keramat dan hanya boleh dipakai oleh sang raja sendiri atau sebagai
sajian tertentu kepada para leluhur.

Motif-motif lain dapat pula disusun menurut pola garis miring dan
contoh yang terkenal ialah pola udan liris dan rujak senthe, yang karena
kehalusan motif-motif yang disusun miring itu seolah-olah menyerupai
hujan rintik-rintik atau liris.

 Pola Non-Geometris

Pembuatan pola-pola non-geometris ini tidak terbatas karena si pencipta
pola tidak begitu terikat oleh ukuran atau gaya-gaya tertentu. Walaupun
demikian akan terlihat bahwa tradisi masih memegang peranan yang
penting mengenai tata susunan pola.

Pola Semen

Semen berasal dari kata “semi+an” yang berarti kuncup-kuncup, daun
dan bunga-bunga. Untuk memberi pegangan dalam membedakan sekian
banyak macam pola semen, para penyelidik batik membuat pembagian
berdasarkan beberapa persamaan yang terlihat, yaitu :


• Pola semen yang hanya terdiri atas kuncup daun-daunan
serta bunga-bunga (misalnya : pola pisang Bali, kepetan).

• Pola semen yang terdiri atas kuncup-kuncup, daun serta
bunga-bungaan dikombinasikan dengan motif binatang
(misalnya: pakis, peksi, endol-endol, merak kesimpir).


• Pola semen yang terdiri atas gambaran tumbuh-tumbuhan,
binatang-binatang, ditambah dengan motif sayap atau Lar.
Motif Lar atau sayap ini merupakan pelengkap pada pola
semen, dan dalam perbendaharaan ornamen batik mengenal
tiga bentuk yaitu : Lar, Mirong dan Sawat. Lar berupa sayap
tunggal, sedangkan Mirong ialah sayap kembar. Motif Sawat
yang sejak dahulu kala dianggap sebagai pola raja-raja
adalah sayap kembar lengkap dengan ekor yang terbuka.
Asal-usul motif sawat tidak jelas, Rouffaer menggalinya
dalam sejarah perlambang kerajaan Mataram di bawah
Sultan Agung, sebagai lambang kejayaan.

Masih banyak lagi pola-pola yang tidak bersifat geometris. Daerah
yang terkenal dengan nama Pesisir dimana orang tidak begitu terikat oleh
tradisi kraton-kraton, menjadi tempat asal pola yang beraneka ragam.

Cirebon dengan pola-pola tidak geometris yang menggambarkan gunung-gunung, batu-batu, kolam-kolam serta binatang-binatang diselingi dengan rangkaian tumbuh-tumbuhan serta bunga-bungaan. Pola seperti yang terdapat dalam selendang-selendang sutera atau Lookcan dari Pantai Utara Jawa Tengah dan Timur, dengan burungburung, bunga-bunga serta binatang-binatang lain, memperlihatkan campuran pengaruh berbagai ragam seni hias yang berasal dari berbagai kebudayaan. Semuanya itu kita coba sajikan dalam buku ini. Mudahmudahan dapat memberikan gambaran kepada para pembatik dan penggemar seni batik tentang kekayaan pola-pola seni batik Indonesia.




Rabu, 08 April 2015

                                            Festival Of Arts

                                                2015